KEBONSUWUNG – Sebagian besar penjaja seks komersial di Lokalisasi Kebonsuwung mengaku terpaksa terjun di dunia hitam lantaran masa lalu yang menyakitkan.
MUHAMMAD HADIYAN / RADAR PEKALONGAN
Menelisik Masa Lalu Para PSK di Kebonsuwung, Karanganyar (1)
Banyak masa lalu suram yang dilalui para pekerja seks komersial, sehingga ia tak memiliki pilihan untuk tidak bergelut di dunia hitam nan keras. Seperti apa? M Hadiyan, Karanganyar
Senin (23/6) siang, pukul 11.00 WIB, suasana lokalisasi Kebonsuwung Kecamatan Karanganyar Kabupaten Pekalongan tampak sepi. Belum banyak terlihat aktivitas hiburan di kompleks yang dihuni puluhan pekerja seks komersial (PSK) di beberapa warung remang-remang. Berdasarkan informasi yang terhimpun, praktik pelayanan jasa seksual itu baru akan ramai ketika malam tiba.
Dari luar terlihat tak berbeda dengan kehidupan masyarakat pada umumnya, ada yang tengah menyapu halaman dan adapula yang sibuk melayani pembeli di sebuah warung kecil pinggir jalan. Meskipun ada beberapa perempuan keluar masuk wisma dengan menggunakan baju ketatnya. Dari dalam salah satu wisma saat itu, beberapa perempuan penghibur pria hidung belang tengah sibuk dengan aktivitasnya masing-masing. Sesekali canda dan tawa mereka lontarkan antar satu sama lain. Sekilas orang pasti mengira, tak ada beban di kehidupan gelap yang mereka geluti. Namun kenyataannya tak seperti itu. Sebagian besar PSK penghuni Kobonsuwung yang ditemui Radar, mengaku, masa lalu yang menyakitkan sebagai latarbelakang mereka tak memiliki pilihan sehingga terpaksa terjun di dunia hitam.
Salah satunya perempuan asal Desa Panundan, Kecamatan Banyuputih, Kabupaten Batang. Sebut saja namanya Bunga. Perempuan muda berusia 18 tahun ini menjadi PSK sejak 4 tahun lalu. Pada usai 14 tahun, Bunga diusir dari rumah oleh orang tua kandungnya.
Bahkan, ia tak dianggap anak oleh ayah dan ibunya, sehingga membuatnya tak punya banyak alasan menghindar dari kehidupan malam yang menggiurkan. “Orang tua saya sudah tidak menganggap saya sebagai anak, ya mau bagaimana lagi. Kalau ndak kayak gini, saya tidak makan,” kata Bunga, sembari mengusap sepasang mata yang semakin lama tampak berkaca-kaca.
Sejujurnya, ia mengatakan, ingin sekali berjumpa dan minta maaf kepada orangtuanya. Hanya saja, sampai saat ini, orangtuanya belum mampu menerima kembali keberadaan Bunga. Saat ditanya suka duka menjadi PSK, gadis berperawakan kurus itu hanya tertawa hambar. “Sejauh ini sih seneng-seneng saja. Bebas,” kelakarnya.
Tak jauh beda dengan Bunga. PSK asal Cilacap, Anggi (nama samaran), justru mengaku menjadi PSK sebagai ajang pelampiasan sakit hati karena suaminya selingkuh. “Suami saya di Jakarta selingkuh dengan perempuan lain, karena itu sakit hati,” ucap perempuan berusia 29 tahun itu, sembari menatap cermin bedak dengan memperbaki make up di wajahnya.
Dalam hati kecilnya, ia ingin mentas dari lembah kenistaan itu. Namun, apadaya, ia harus menghidupi kedua anaknya yang masih belia. “Saya pingin berhenti mas, tapi nanti. Tunggu sampai sakit hati ini sembuh,” katanya dengan nada emosi.
Tidak hanya mereka berdua, sebagian besar perempuan pemuas nafsu pria hidung belang memiliki latarbelakang kehidupan yang keras. Kadang dia tersenyum dalam tangis, dan Kadang dia menangis di dalam senyuman. Seperti lirik yang lagu “kupu-kupu malam” yang kembali dipopulerkan Ariel Noah. (*)
No views yet