SATELITPOST – Aliansi Mahasiswa Kota Pekalongan menolak tawaran damai dari Pemkot yang sempat termaktub dalam draft perjanjian pembatalan relokasi pasar tiban pada Kamis (22/5) . Pada tawaran pertama, mahasiswa diminta untuk tidak melanjutkan pengaduan kasus pemukulan yang dilakukan oleh Satpol PP.
“Waktu penyusunan draft perjanjian kita diminta damai dan tidak melanjutkan proses pengaduan kekerasan terhadap mahasiswa yang dilakukan oleh Satpol PP pada tregadi 18 Mei keamrin. Alasannya persoalan relokasi juga sudah menemukan titik temu, ” kata Miqdam Yusria, perwakilan Aliansi Mahasiswa Kota Pekalongan dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) cabang Pekalongan. Menurutnya, ia lebih memilih diselesaikan lewat jalur hukum ketimbang berdamai dengan Pemkot.
“Ini kan kasus kekerasan, tindakan represif terhadap pihak yang mengkritisi pemerintah. Jadi saya hapus tawaran itu waktu kita menyusun bersama, ” kata dia. Menurutnya, ia memiliki bukti kuat adanya aparatur pemerintah yang melakukan kekerasan terhadap mahasiswa saat aksi menolak relokasi pasar tiban.
Seperti diberitakan sebelumnya, ada seorang mahasiswa bernama M. Anis Sofwan, mengaku saat berusaha mengamankan pedagang yang ditangkap Satpol PP. Namun malah ditarik dan dipukuli Satpol PP.
“Saya sudah jatuh dipukuli dan ditendangi. Kemudian ditarik ke mobil box granmax Satpol. Di dalam saya juga masij dipukuli dan diinjak-injak. HP saya sempat diminta. Setelah itu saya diturunkan sendirian di GOR Jatayu. HP dikembalikan, saya komunikasi dengan teman-teman kemudian dijemput dan dibawa ke RS,” kata dia
Sedangkan Wali kota Pekalongan, saat perundingan dengan Pedagang Pasar tiban, berikut beserta Aliansi Mahasiswa tidak mau membahas persoalan kerersan tersebut. “Kita fokus membahas relokasi, ini kan persaoalan para pedagang, ” kata Walikota Pekalongan, menjawab permintaan Aliansi Mahasiwa untuk mengust kekerasan saat aski penolakan relokasi, Kamis (22/5).
Pada proses perundingan, mahasiswa juga sempat dilarang mengutarakan pendapat oleh Pemkot Pekalongan. “Yang berhak bicara diruangan ini hanyalah para pedagang. Mahasiswa boleh mengikuti, namun tidak boleh mengutarakan pendapat,” kata Asisten 1 Walikota, Slamet Prihantono saat membuka perundingan.
Menurutnya, Mahasiswa dilarang berpendapat adalah hasil kesepakatan dengan para Muspida sebelum perundingan dimulai. “Bukan kita menghalangi proses demokrasi. Tapi ini hasil keputusan. Sehingga mohon maaf jika mahasiswa tidak kita berikan kesempatan untuk berpendapat ” kata dia.
Setelah Kasat Binmas Polresta Pekalongan, AKP Heri Purwanto menjelaskan, kemudian Mahsiswa juga diberi kesempatan untuk berpendapat. Walaupun pada akhirnya,usulan usut tuntas kekerasan terhadap mahasiswa tetap tidak ditanggapi oleh Walikota. (Aulia El Hakim)