GERABAH – Seorang perajin gerabah Wonorejo, Bawon (60), saat menunjukkan proses pembuatan kerajinan gerabah dengan alat tradisional.
MUHAMMAD HADIYAN / RADAR PEKALONGAN
KAJEN – Kerajinan gerabah di Desa Wonorejo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan terancam punah. Hal ini karena banyak generasi muda yang memilih menekuni pekerjaan konfeksi dibanding kerja sebagai perajin gerabah. Padahal, kerajinan gerabah merupakan warisan leluhur warga Wonorejo. Sehingga, tak ada regenerasi untuk meneruskan roda produksi kerajinan gerabah Wonorejo.
Hal itu dibenarkan Kepala Desa Wonorejo Kecamatan Wonopringgo Kabupaten Pekalongan, M Fadli (26). Ia mengatakan, usaha kerajinan gerabah di Kabupaten Pekalongan terkendala regenerasi. Hal ini karena banyaknya warga yang beralih ke usaha konfeksi.
“Saat ini, hanya perajin lanjut usia saja yang masih bertahan menekuni usaha kerajinan gerabah ini,” tuturnya.
Para generasi penerus pada umumnya enggan menekuni kerajinan gerabah karena, dianggap kuno dan kotor. Selain itu, usaha ini juga tidak menjanjikan dan dianggap ribet lantaran masih menggunakan alat tradisional.
“Meskipun membuat kerajinan gerabah membutuhkan keulatan dan kesabaran yang tinggi, namun harga jualnya masih murah, yakni berkisar Rp 1 ribu hingga Rp 10 ribu saja per unit. Mungkin ini yang membuat anak muda lebih memilih konveksi dibanding gerabah,” paparnya.
Karena, berbeda dengan gerabah, usaha konfeksi menggunakan mesin canggih, cepat dan dalam sehari mampu mengantongi pendapatan Rp 20 ribu hingga Rp 40 ribu, tergantung jumlah barang yang dihasilkan. Kendala lainnya dalam pengembangan kerajinan gerabah di Kabupaten Pekalongan adalah masuknya barang-barang sejenis berbahan baku atom dengan harga lebih murah dan penampilan lebih menarik.
“Terus terang, saya khawatir, jika warisan ini tidak dilestarikan akan musnah dan diambil atau diakui negara lain. Kami berharap, Pemda bersama warga masyarakat bisa melestarikan warisan ini. Kami dari pihak desa siap membantu dan memfasilitasi ini,” ujar Fadli.
Salah seorang perajin gerabah, Bawon (60) mengatakan, anak-anak muda di Desa Wonorejo lebih tertarik di dunia konfeksi dibanding kerajinan gerabah. Hal ini yang membuat perajin gerabah kesulitan melakukan regenerasi.
“Upaya meningkatkan kualitas produksi pernah dilakukan Pemda. Tapi, usia kami kan sudah tua, jadi sulit mencerna dan mudah lupa. Saya tidak mau warisan ini hanya tinggal nama,” ungkap perempuan yang mengaku, telah menekuni kerajinan gerabah selama 40 tahun itu. (yan)
(Penulis: Muhammad Hadiyan & Redaktur: Widodo Lukito)
No views yet