BINCANG-BINCANG – Sebagian banyak perempuan yang terjun di sebuah warung remang-remang dilatarbelakangi akibat konflik keluarga, namundemikian mereka sebenarnya ingin menjauhi perbuatan tersebut.
TRIYONO / RADAR PEKALONGAN
Kebonsuwong atau KBS adalah lokalisasi terbesar di Kabupaten Pekalongan. Tempat tujuan laki-laki hidung belang yang terletak di di Desa Sidomukti, Karanganyar, ternyata mayoritas dihuni wanita dilatarbelakangi konflik keluarga. Seperti apa?
Triyono, Pekalongan
Mayoritas Dilatarbelakangi Konflik Keluarga
Sudah puluhan tahun nama Kebon Suwong melekat ditelinga masyarakat. Sebuah tempat yang identik untuk transaksi bisnis lendir oleh lelaki hidung belang dan pekerja seks komersial kini terus berkembang. Bahkan para penghuni silih berganti berdatangan dari daerah lain, yang seakan-akan untuk memberikan pelayanan lebih bagi pengunjung supaya tidak terkesan itu-itu saja.
Dengan memanfaatkan malam hari, para perempuan yang biasa dikenal ‘kupu-kupu malam’ itu siap memberikan service bagi pengunjung yang datang. Meski dalam benak para penjajak ingin kembali ke jalan yang benar, namun konflik keluarga dan kebutuhan ekonomi menjadikan mereka tetap bertahan sebagai penghuni KBS.
Mereka yang menjadi korban konflik keluarga, dan harus menghidupi anak-anak atau keluarga di kampung halaman, membuat penghuni mampu menerima dua bahkan tiga lelaki dalam semalam. Namun demikian, pelayanan melihat kondisi pengunjung yang datang ke KBS.
Salah seorang yang belum lama menjadi penghuni KBS asal Pemalang, sebut saja Ti, mengaku dirinya sampai di KBS karena diajak oleh tetangganya. Perempuan yang sudah bercerai dengan suaminya beberapa tahun lalu itu, terjun ke dunia malam lantaran dituntut untuk menghidupi kedua anaknya yang kini masih duduk di bangku sekolah dasar dan PAUD.
“Bade pripun maleh la mpun cerai kaleh bojo, anak tese sekolah terpaksa terjun kados niki,” ungkap Ti (27), janda yang mengaku nikah umur 14 tahun.
Ekonomi yang jomplang, karena orang tua suami yang kaya raya dan dirinya berasal dari kaum buruh, membuat konflik keluarga makin berkepanjagan. Karena tak tahan gunjingan itu, ia mengaku terpaksa cerai dengan suaminya. “Kabeh wong wadok mesti ora pengin cerai, tapi pripun maleh nggeh tiang sepahe garwo kula terus boten merestui lan terpaksa kula pisah kaleh garwo kula,” lanjut dia dengan bahasa jawa.
Ia mengaku sebelum menjadi penghuni KBS, sudah biasa dipanggil untuk menyanyi di sebuah kafe di Pemalang. Namun karena ketika menemani nyanyi selalu disodori minuman keras akhirnya ia terjebak dalam dunia yang melanggar norma agama dan susila itu.
“Sebelum disini (KBS) saya biasa mendampingi nyanyi di kafe, tapi makin kesini saya terjerumus dengan mandapat imbalan uang sawer dan tips mencapai Rp 200 ribu sampai Rp 350 ribu,” ungkap dia. (*)
(Penulis :TRIYONO & Redaktur : Widodo Lukito)