RITUAL – Seorang nenek terlihat melakukan ritual sebelum mengikuti upacara Tawur Kesanga di Pura Kalingga Satya Dharma, Minggu (30/3) sore.
MUHAMMAD HADIYAN / RADAR PEKALONGAN
KAJEN – Menjelang Hari Raya Nyepi 1936 Saka, ratusan umat Hindu di Linggoasri, Kajen, Kabupaten Pekalongan, melakukan upacara Tawur Kesanga di Pura Kalingga Satya Dharma, Minggu (30/3) sore. Ritual ini merupakan bagian dari upacara nyepi sebagai bentuk permohonan kepada Sang Hyang Widi untuk meminta keseimbangan alam.
Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Pekalongan, Wasiyo mengatakan, pelaksanaan nyepi di Linggo diawali dengan Tawur Kesanga pada Sore hari menjelang Hari Raya Nyepi. “Dalam ritual ini, prosesi diawali dengan pengambilan air (tirta) suci dari tiga sumber mata air,” ujarnya, Minggu sore.
Dikatakan Wasiyo, jamaah yang mengikuti upacara Tawur Kesanga di Pura tersebut hanya umat Hindu Linggo saja. Karena di masing-masig daerah juga mengadakan ritual serupa. “Jumlah umat Hindu di Linggo mencapai 200 KK,” ungkapnya.
“Sebelum upacara ini, kami juga melakukan pembersihan sarana dan prasarana serta melakukan pengambilan air untuk persiapan upacara,” tambahnya.
Setelah melakukan tawur kasanga, para jamaah mengelilingi kampung dengan mengarak ogoh-ogoh sebagai simbol angkara murka. Dalam perjalanan mengarak ogoh-ogoh, mereka menaruh sesajen di setiap persimpangan jalan. Usai diarak mengelilingi kampung, ogoh-ogoh sebagai representasi Bhuta Kala tersebut dibakar. “Setelah diarak, ogoh-ogoh yang merupakan simbol angkara murka itu dimusnahkan supaya tidak mengganggu,” kata dia.
Wasiyo menjelaskan, hal tersebut dilakukan lantaran keesokan harinya (kemarin, red) umat Hindu akan melakukan Nyepi. Perayaan Nyepi ditandai dengan pelaksanaan pantangan sesuai situasi. Keheningan itu ditegakkan selama 24 jam, dari fajar menyingising sampai fajar menyingsing kembali, melalui empat pengendalian diri (catur berata).
“Empat pengendalian diri itu meliputi; tidak menyalakan api (amatigeni), tidak bekerja (amati karya), tidak bepergian (amati lelungan), puasa dari segala hiburan (amati lelanguan). Dan semua bentuk puasa ini merupakan sarana pengendalian diri,” paparnya. (yan)
(Penulis :MUHAMMAD HADIYAN & Redaktur : Widodo Lukito)